PANDEGLANG, BantenHeadline.com – Inspektorat Kabupaten Pandeglang mencatat, selama tahun 2019 sebanyak 27 Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pandeglang, bermasalah. Akibatnya, mereka harus dijatuhi sanksi, mulai dari sanksi ringan hingga berat.
Inspektur Pembantu (Irban) 1 pada Inspektorat Pandeglang, Raden Goenara Daradjat menyebutkan, dari 27 ASN tersebut, enam belas diantaranya mendapat sanksi berat seperti penurunan pangkat tiga tahun, penurunan jabatan, dan pemberhentian secara tidak hormat.
“Penjatuhan sanksi terhadap puluhan ASN itu, karena mereka melanggar aturan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang Disiplin ASN dan adapula yang melabrak Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1990 tentang izin Perkawinan dan Perceraian bagi PNS,” ujarnya, Selasa (17/12).
Dia menjelaskan, sanksi berat yang dijatuhkan pada belasan ASN tersebut, didominasi oleh kasus korupsi, tidak masuk kerja lebih dari 46 hari selama satu tahun, dan karena kasus poligami.
“Ada yang karena tidak masuk kerja lebih dari 46 hari, lalu kasus poligami, dan korupsi. Ini yang mendominasi penerapan sanksi berat,” katanya.
Namun Goenara menjelaskan, 12 ASN yang diberhentikan akibat kasus korupsi, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 87/PUU-XVI/2018. Putusan MK itu mempertegas bahwa ASN yang telah memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap harus dipecat. Hal itu juga berlaku bagi PNS koruptor.
“Diberhentikannya 12 ASN itu kan karena aturan langsung dari pusat. Padahal mereka sudah menjalani masa hukuman dan denda. Tapi karena aturan pusat, harus kami jalankan,” terangnya.
Selain memberi sanksi berat terhadap enam belas abdi negara itu, Inspektorat juga telat menjatuhkan sanksi sedang terhadap tujuh ASN, satu ASN disanksi ringan, dan tiga lagi masih berproses.
“Yang indisipliner berupa tidak masuk kerja lebih dari 46 hari dalam satu tahun, ada lima orang, dan sudah diberi sanksi. Lalu kasus perselingkuhan ada lima orang. Ujaran kebencian satu orang, kemudian kasus Tipikor tapi kasus lama ada 12 orang,” ungkap Goenara merinci.
Goenara melanjutkan, penjatuhan sanksi itu diberikan kesejumlah ASN dari berbagai instansi. Sebagian besar diantara mereka ada yang berasal dari tenaga fungsional umum, fungsional guru, tenaga kesehatan, bahkan unsur pejabat.
“Tapi secara umum, di luar kasus korupsi, tingkat indisipliner tahun ini lebih sedikit. Artinya ada perbaikan,” sambung mantan Kepala Bidang Pemerintahan Desa di DPMPD Pandeglang itu.
Menurutnya, salah satu faktor tingkat kedisiplinan ASN dipandang lebih baik, karena mulai diberlakukannya aplikasi e-Remunerasi dan absensi online. Dia menilai, pemberlakuan aturan tersebut cukup efektif untuk meningkatkan kinerja serta kedisiplinan ASN Pandeglang.
“Karena tahun 2017 sampai 2018 angkanya masih tinggi tanpa kasus korupsi. Penerapan e-Remunerasi berpengaruh. Karena sekarang dengan berbagai sistem yang diterapkan, menimbulkan ketakutan dari ASN,” tandasnya. (Samsul).