PANDEGLANG, BantenHeadline.com – Sosialisasi mengenai pencegahan pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), nampaknya belum efektif.
Pasalnya, setiap tahun angka tindakan asusila terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Pandeglang tergolong tinggi. Diawal tahun 2020 saja, sudah ada 15 anak yang menjadi korban pencabulan dan kekerasan seksual .
Kepala Bidang Perlindungan Anak DP2KBP3A Kabupaten Pandeglang, Euis Yiyi menyebut, dari 15 korban tidak seluruhnya diproses secara hukum, lantaran pasalnya ada masyarakat yang memilih menyelesiakannya dengan cara musyawarah antar keluarga.
“Dari 15 korban ini ada yang hanya diraba-raba ada juga yang sudah disetubuhi. Tapi kan meskipun baru diraba-raba itu juga sudah masuk kepelecehan seksual, kalau tidak ditangani maka akan terjadi persetubuhan,” kata Euis Yiyi, Kamis (30/1).
Euis membeberkan, jumlah kasus kekerasan terhadap anak tahun 2018 sebanyak 42 korban. Namun, pada 2019 mengalami penurunan menjadi 37 korban.
Akan tetapi, kasus kekerasan diprediksi bakal kembali naik di tahun 2020. Soalnya saat ini saja sudah berjumlah 15 korban.
“Kekerasan seksual pada anak itu hampir 70 persen adalah korban penceraian dari orang tua, sehingga berimbas ke anak. Jadi mereka kurang kasih sayang dari orang tua, sehingga kurang terkontrolnya,” ucapnya.
Ditempat yang sama, Kabid Pemberdayaan Perempuan DP2KBP3A Pandeglang, Enong Iroh mengaku saat ada laporan kekerasan terhadap anak pihaknya selalu mendampingi pihak korban. Saat proses hukum ditempuh maka pihaknya akan mendampingi sampai proses pengadilan selesai.
“Dalam proses kekerasan anak tidak cukup satu kali, pihak korban harus selalu didampingi. Bahkan jika korban yang masih sekolah, kami selalu sarankan agar pihak korban pindah sekolah. Ini semua dilakukan agar korban terjauh dari perasaan takut dan malu kepada teman-temannya,” bebernya. (Syamsul).