SERANG, BantenHeadline.com – Diloloskannya mantan napi korupsi sebagai Calon Anggota Legislatif (Caleg) menuai banyak polemik. Masyarakat ramai-ramai mengecam keputusan Mahkamah Agung tersebut. Bahkan muncul saran untuk menandai Caleg mantan koruptur di surat suara.
Namun demikian, hal itu ditolak oleh pengamat politik Universitas Serang Raya, Abdul Malik. Dia mengaku tidak sependapat terhadap wacana tersebut.
“Jika membedakan caleg itu akan diskriminatif. Saya tidak setuju. Karena kalau ditandai, sama saja mereka dikebiri hak nya. Dibatasi,” katanya, Selasa (25/9).
Malik menjelaskan, keputusan MA soal diperbolehkannya mantan napi koruptor ikut Nyaleg, memang dimungkinkan di Undang-Undang.
“Saya tidak bisa ini mengatakan kemunduran atau kemajuan, karena persoalannya Undang-Undang memungkinkan untuk hal itu. Itu bagian dari hak politik mereka sebagai warga negara,” terangnya.
Oleh sebab itu cara yang bisa ditempuh dengan mengedukasi pemilih supaya bisa mengarahkan aspirasinya pada calon yang memiliki kapasitas serta kapabilitas. Masyarakat harus memiliki apa yang dinamakan nilai-nilai kepatutan dan kepantasan dalam memilih.
“Masyarakat harus memiliki apa yang dinamakan nilai-nilai kepatutan dan kepantasan dalam memilih. Kalau keinginannya untuk membangun negeri supaya lebih baik, saya kira yang harus dipilih memang orang-orang yang punya integritas,” jelas Malik.
Saat ini masyarakat tidak punya pilihan untuk bersikap. Karena aturan mengenai Caleg sudah ditetapkan oleh yudikatif. Malik menjelaskan, setelah beberapa kali melewati peristiwa Pemilu, semestinya masyarakat sudah lebih cerdas dalam menentukan pilihannya.
“Harus ada upaya memilah dan memilih sehingga kalau diloloskan oleh pemerintah dengan aturan yang dibuat, ya tidak ada masalah. Sekarang dikembalikan kepada masyarakat untuk memilih calon terbaik atau tidak. Sekarang masyarakat harus lebih cerdas lagi karena pengalaman Pemilu sudah berkali-kali,” tandasnya. (Red-02).