KOTA SERANG, BantenHeadline.com – Mantan Sekretaris Disdikbud Banten Ardius Prihantono (AP), Rabu (16/2/2022) akhirnya resmi menjadi tahanan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten. Penahanan berdasarkan penetapan Kejati Banten atas AP sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan 1.800 unit komputer untuk Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) senilai Rp25 miliar. Disebutkan bahwa atas perbuatan AP, negara mengalami kerugian Rp6 miliar.
“Bahwa dari hasil pemeriksaan AP telah diduga keras berdasarkan bukti yang cukup telah melakukan dugaan Tindak Pidana Korupsi karena tidak melaksanakan tugas dan kewajiban selaku KPA dan PPK,” kata Kasi Penkum Kejati Banten, Ivan Siahaan beberapa saat usai menahan Ardius di Kejati Banten.
Menurut Ivan tersangka AP dinyatakan telah melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Alasan penahanan terhadap AP adalah kekhawatiran akan adanya upaya melarikan diri, merusak barang bukti atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana,” tambah Ivan.
Pada bulan Januari 2022, Asisten Intelejen (Asintel) Kejati Banten, Adhyaksa Dharma Yuliano mengatakan, bahwa pada 13 Januari 2022, Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Banten melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan komputer sebanyak 1.800 unit bagi SMA dan SMK negeri untuk UNBK di Dindikbud Provinsi Banten.
“Adapun hasil penyelidikan yang telah dilakukan oleh Tim Penyelidik, dapat disampaikan, bahwa pada tahun 2018, Dindikbud Provinsi Banten melakukan kegiatan pengadaan komputer dalam rangka UNBK sebanyak 1800 unit bagi SMA dan SMK negeri se-Provinsi Banten,” kata dia.
Pekerjaan tersebut,sambung Adhy, dilaksanakan oleh pihak ketiga (Kontraktor/Rekanan) PT. AXI yang diduga dalam pelaksanaanya terjadi penyimpangan.
Modus penyimpangan dilakukan kontraktor atau rekanan mengadakan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi sebagaimana yang ditentukan dalam kontrak. Barang yang dikirim juga jumlahnya tidak lengkap atau tidak sesuai kontrak.
“Bahwa kegiatan tersebut diduga menimbulkan kerugian negara yang nilai sementara sesuai temuan penyelidik sekitar Rp6 miliar. Namun, untuk pastinya nanti akan dikordinasikan dengan pihak auditor independen,” jelasnya. (Red/Ll-03)