PANDEGLANG, BantenHeadline.com – Nasib prihatin harus dirasakan ratusan pengungsi bencana tsunami Selat Sunda di Majelis Ta’lim Al-Ikhlas, Kampung Karabohong, Desa Labuan Kecamatan Labuan, Pandeglang.
Soalnya, kini mereka mengaku kekurangan pasokan bahan logistik makanan. Dalam beberapa waktu terakhir, pendistribusian logistik bantun sudah tidak dirasakan lagi.
Ironisnya, kondisi ini berbanding terbalik dengan keadaan di gudang logistik milik Pemkab Pandeglang. Di salah satu gudang logistik yang terletak di Shohibul Barokah, Kecamatan Kaduhejo, ratusan dus mi instan, gula, maupun berbagai jenis bahan pokok lain termasuk kasur busa, masih menumpuk.
Baca juga: Duh, Bantuan Logistik Bencana Tsunami di Pandeglang Masih Menumpuk
Salah seorang pengungsi asal Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kaliri mengatakan, dalam beberapa waktu ke belakang sudah tidak ada lagi penyaluran sembako. Padahal sebelumnya, bantuan mengalir deras bahkan hasilnya sempat dijual kembali untuk mendapatkan uang tunai sebagai pegangan.
“Selama ini penghasilan kami menunggu belas kasihan saja. Atau kami menjual beberapa sembako seperti mi instan dan beras dari pada buluk (jelek, red). Tetapi sekarang tidak ada sembako, tidak ada logistik apa yang mau dijual?” katanya, Rabu (10/4).
Akibatnya, dia bersama puluhan pengungsi lain mulai tidak kerasan. Saat tidak ada penghasilan, keberadaan logistik pun dianggap sudah tidak mencukupi. Mereka pun berharap bisa segera menempati Hunian Sementara (Huntara) yang disiapkan pemerintah.
“Kalau di Huntara kami bisa bebas berusaha dan merasa lebih nyaman saja,” pintanya.
Jumlah pengungsi di Majelis Taklim Al-Ikhlas saat ini mencapai 300 jiwa dari 98 Kepala Keluarga. Mereka sudah menempati pengungsian sejak empat bulan lalu. Namun ada beberapa diantaranya yang baru mengisi pengungsian sejak dua bulan terakhir.
Keluhan yang sama diutarakan pengungsi lainnya, Maryati. Ibu dua anak ini mengaku semakin berat menjalani hidup di pengungsian. Pasokan logistik yang terus berkurang, dibarengi dengan pendapatan yang hampir tidak ada membuat dia harus memutar otak untuk menyekolahkan anaknya.
“Kalau ada sedikit rejeki buat uang saku anak saya sekolah. Tapi kalau tidak ada, terpaksa libur,” katanya. (Red-02).