SERANG, BantenHeadline.com – Ketidak sepahaman atas pemberian gelar Imam Besar Umat Islam Indonesia, yang dikabarkan dianugrahkan kepada Habib Rizieq Syihab, yang juga Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), selain dinyatakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Banten, juga dinyatakan MUI Kota Serang melalui Sekretaris Umumnya, Amas Tadjuddin.
Kepada BantenHeadline.com, Selasa (10/01) Amas menegaskan bahwa tidak ada penganugrahan sebutan Imam Besar Umat Islam dengan pelibatan terhadap seluruh umat islam yang beragam faham dan pendapat, baik dalam Fiqih, konsepsi Tasawuf maupun Aqidah.
Namun menurutnya jika yang dimaksud dengan sebutan imam besar umat islam dalam lingkup terbatas dikalangan sendiri (hanya dilingkungan FPI misalnya), maka hal tersebut boleh boleh saja, sehingga penyebutan lengkapnya Imam Besar Umat Islam versi FPI.
Amas menambahkan, dalam catatan sejarah Islam, penyebutan Imam hanya bagi tokoh tokoh islam yang berprestasi dibidangnya dan sebutan tersebut tidak melalui deklarasi apalagi penganugrahan.
“Tapi penyebutan Imam tersebut bukan dalam pengertian Imamah kedaulatan pemerintahan struktural, karena konsep Imamah hanya ada dan diyakini dalam Aqidah Syiah seperti Imam Khomaeni di Iran,” tegas Amas.
Penyebutan imam adalah sapaan kehormatan dari murid muridnya dan yang sepaham dengan karyanya, sama seperti panggilan Kiyai kepada tokoh agama oleh murid muridnya, sehingga muncul sebutan Imam Syafei, Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Bukhori, Imam Muslim, Imam Ghozali, Imam Nawawi dan lainnya.
“Ada lagi Imam dalam ibadah shalat, Imam ini tidak diperlukan deklarasi dan penganugrahan, cukup bersepakat menunjuk seseorang sesaat sebelum sholat berjamaah dimulai, atau imam rutin di masjid tertentu, sehingga ada sebutan Imam Besar Masjid Istiqlal misalnya, dan itu hanya berlaku bagi jamaah shalat di Masjid Istiqlal,” pungkasnya. (Red – 05).